Ada yang dapat saya bantu....?

Tourism

Minggu, 27 Januari 2013

Perilaku dan Kepuasan Konsumen (Wisatawan)


Perilaku dan Kepuasan Konsumen (Wisatawan)

 

1. Perilaku Konsumen

        Perilaku konsumen menurut David L Loudon dan Albert J. Della Bitta (1984: 6) yang dikutip Mangkunegara (2002: 3) dalam bukunya Perilaku Konsumen mengemukakan bahwa: Consumer behavior may be defined as decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquairing, using or disposing og goods and service (Perilaku konsumen merupakan suatu proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa).

        Sedangkan menurut Gerald Zaltman dan Melanie Wallendorf (1979: 6) bahwa: Consumer behavior are act, process and sosial relationships exhibited by individuals, group and organizations in the obtainment, usu of, andconsequent experience with product, service and other resourches (Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan, dan sumber-sumber lainnya) (Mangkunegara: 2002: 3-4).

        Berdasarkan pengertian dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi oleh lingkungannya.



2. Kepuasan Konsumen

        Konsep pemasaran menekankan pentingnya kepuasan pelanggan dalam menunjang keberhasilan organisasi untuk mewujudkan tujuannya. Secara sederhana, tingkat kepuasan seorang pelanggan terhadap produk tertentu merupakan hasil dari perbandingan yang dilakukan oleh pelanggan tersebut atas tingkat manfaat yang dipersepsikan (perceived) diterimanya setelah mengkonsumsi atau menggunakan produk dan tingkat manfaat yang diharapkan (expected) sebelum pembelian. Jika persepsi sama atau lebih besar dibandingkan harapan, maka pelanggan akan puas. Sebaliknya, jika harapan tidak terpenuhi, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Pengalaman kepuasan yang dirasakan berulangkali akan menaikkan tingkat kepuasan keseluruhan dan memudahkan pelanggan untuk menyusun ekspektasi yang jelas di masa datang, sehingga kepuasan yang tinggi akan menciptakan kelekatan emosional terhadap produk yang telah ia pakai. Apabila wisatawan datang ke suatu obyek wisata dan ia mendapatkan keseluruhan yang ia harapkan, maka memungkinkan wisatawan tersebut mendapatkan kepuasan. Dari kepuasan yang telah ia dapatkan itu, secara emosional wisatawan akan terpengaruh kembali untuk berkunjung ke obyek wisata tersebut dengan loyalitas dan bahkan memungkinkan mereka bercerita kepada orang-orang yang berada disekelilingnya dan memberikan informasi dari mulut ke mulut (word of mouth) maupun dengan merekomendasikan kepada orang lain. 

        Menurut Kotler (1997: 36) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Dan jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan amat puas atau senang.



 

















Gambar 1
Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber: Tjiptono (1998: 147)

        Dari gambar 1 konsep kepuasan pelanggan diatas, dapat diketahui bahwa tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan atas sajian produk yang memiliki nilai jual yang ditawarkan perusahaaan dalam mencapai keuntungannya dari kepuasan pelanggan, sehingga pelanggan yang kebutuhannya dapat terpenuhi sesuai harapannya terhadap produk yang diterimanya tersebut merasakan kepuasannya. Begitupun halnya terhadap pemuasan kebutuhan wisatawan dari kunjungannya ke destinasi wisata maupun obyek wisata, sehingga dengan sajian obyek dan daya tarik yang disuguhkan pengelola kepada wisatawan dapat memberikan nilai kepuasan yang dirasakan wisatawan tersebut. Dengan demikian wisatawan tadi akan menceritakan kepuasannya kepada orang-orang yang berada disekitarnya, sehingga dapat menumbuhkan minat untuk berkunjung. 

        Lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 2 dari manfaat kepuasan pelanggan yang menerangkan bahwa dari adanya kepuasan tadi, maka akan menimbulkan loyalitas wisatawan untuk berkunjung kembali dan memberikan informasi dari mulut ke mulut (word of mouth) sehingga dapat menumbuhkan minat berkunjung bagi pelanggan baru yang akhirnya akan menambah minat kunjungan dan jumlah pelanggan baru. (alf)




 







Gambar 2
Manfaat kepuasan pelanggan
Sumber: Chandra (2002: 7)


Leo________________________________



Pustaka:
Chandra, G. 2002. Strategi dan Program Pemasaran. Yogyakarta: Andi.
Kotler, P. 1997. Marketing Manajemen. Ninth Edition. New Jersey: Prentice 
       Hall Inc.
Leofaragusta, A. 2003. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Wisatawan Terhadap Minat Berkunjung. Karya Tulis. Yogyakarta.
Mangkunegara, A.P. 2002. Perilaku Konsumen: Bandung: Refika Aditama.
Sugiarto, E. 1999. Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tjiptono, F. 1998. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi

Ciri Khas Pelayanan Industri Jasa (bag. 2)




 Jasa dan Kualitas Pelayanan


2. Kualitas Pelayanan                                                                                                  

    American Society for Quality Control dalam Kotler (1997: 49) mendefinisikan bahwa kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
    Pengertian pelayanan secara umum adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan dan mengurus apa yang diperlukan oleh orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan pengertian tersebut tersirat adanya aktivitas individu untuk melakukan sesuatu atas dasar kebutuhan orang lain.
    Kualitas pelayanan (service quality) terjadi karena adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas pelayanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat dinilai bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka pelayanan dinilai tidak bermutu, dan apabila kenyataan sama dengan harapan konsumen (wisatawan), maka pelayanan dinilai memuaskan, sehingga kualitas pelayanan merupakan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima (Parasuraman dalam Lupiyoadi, 2001: 148).
Parasuraman (Lupiyoadi, 2001: 148) memberikan lima dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari:
1.   Tangibles (bukti fisik), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak luar, yang berupa keadaan sarana dan prasarana fisik perusahaan sebagai bukti nyata dari pelayanan yang diberikan, seperti gedung, peralatan komunikasi, teknologi modern, bentuk promosi, penampilan karyawan dan lain-lain.

2.    Reliability, (keandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan, sepert ketepatan waktu, perlakuan pelayanan yang sama kepada seluruh pelanggan, sikap yang simpatik dan lain-lain.

3.    Responsivenes (tanggap), yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan memberikan informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas akan menyebabkan persepsi yang negatif.

4.    Assurance (jaminan/ kepastian), yaitu pengetahuan, kesopanan dan  kemampuan para karyawan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen dengan adanya komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.

5.    Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus kepada pelanggan dengan memahami keinginan dan kebutuhannya. (Alf)


Leo_____________________________________


Pustaka:
Kotler, P. 1997. Marketing Manajemen. Ninth Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Leofaragusta, A. 2003. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Wisatawan Terhadap Minat Berkunjung. Karya Tulis. Yogyakarta.
Lupiyoadi, R. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Empat.
Parasuraman, A., V. Zaitaml,. L. Berry. 1988. SERVQUAL: A Multiple Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of  Service Quality. Journal of  Retailing, 64: 12-40.

Jasa dan Kualitas Pelayanan



Jasa dan Kualitas Pelayanan

1. Pengertian Jasa        
 
        Jasa (Kotler 1997: 83) adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun yang produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. 
        Menurut Yoeti (1999: 1) jasa (service) adalah suatu produk yang tidak nyata (intangible) dari hasil kegiatan timbal balik antara pemberi jasa (producer) dan penerima jasa (customer) melalui suatu atau beberapa aktivitas untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
        Dari kedua pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu produk yang berupa pelayanan yang tidak nyata yang dibutuhkan pelanggan sebagai bagian dari pemuas kubutuhannya dengan melalui beberapa aktivitas yang didapatkan dari timbal balik antara pemberi jasa dan penerima jasa di saat itu.
        Jasa sebagai suatu produk memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang/ produk fisik. Menurut Kotler (1997: 84), di dalam rancangan program pemasaran, jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi, antara lain: tidak berwujud (intangibility), tidak terpisahkan (inseparibility), bervariasi (variability), dan mudah lenyap (perishability).
 
1.  Tidak Berwujud (Intangibility) 
    Jasa memiliki sifat yang tidak berwujud, dapat dirasakan dan dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen.

2.  Tidak Terpisahkan (Inseparibility)
Jasa merupakan produk yang tidak dapat dipisahkan, karena produksi dan konsumsinya dilakukan secara bersamaan. Pada saat jasa diproduksi penyedia/ pengelola jasa maka pelanggan/ konsumen/ wisatawan harus ada, sehingga akan terjadi interaksi antara keduanya.

3.  Bervariasi (Variability)
Jasa banyak memiliki variasi, tergantung penyedia jasa, penerima, kapan dan dimana jasa tersebut dilakukan, sehingga senantiasa mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan karena jasa yang dihasilkan dan dikonsumsikan secara berkesinambungan membatasi pengendalian mutu, fluktuasi permintaan dan kontak antara penyedia dengan pelanggan.

4.  Mudah Lenyap (Perishability)
Jasa merupakan produk yang mudah lenyap sehingga jasa tidak dapat disimpan dan tidak tahan lama. Jasa hanya memiliki nilai pada saat jasa itu dinikmati konsumennya, dan jasa tidak dapat disimpan untuk dinikmati dilain waktu, sehingga apabila jasa itu tidak dibeli konsumennya pada saat itu, maka jasa itu akan hilang begitu saja.

        Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa jenis jasa. Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil ataupun bagian utama dari total penawaran tersebut. Penawaran (Kotler, 1997: 83) dapat dibedakan menjadi lima kategori yaitu:

1.  Barang berwujud murni: penawaran hanya terdiri dari barang berwujud, tidak ada jasa yang menyertai produk itu, seperti sabun, pasta gigi.

2.  Barang berwujud yang disertai jasa: penawaran terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik konsumennya.

3.  Campuran: penawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama.

4.  Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan: penawaran yang terdiri dari satu jasa utama yang disertai jasa tambahan dan barang pendukung.

5.  Jasa murni: penawaran hanya terdiri dari jasa, seperti pemijatan.
 
      Dengan demikian, jasa berbeda dengan produk berwujud, sehingga implikasinya terhadap strategi pemasaran menekankan pada pendekatan pemasaran dari bauran pemasaran (marketing mix) ditambah 3 elemen pemasaran jasa (4P + 3P). Booms dan Bitner dalam Kotler (1997: 88) menambahkan 3P yang terlibat dalam pemasaran jasa yaitu, people (orang), physical evidence (bukti fisik) dan process (proses), merupakan strategi yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan pemasaran jasa, sehingga keterlibatan 3P tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan pemasaran jasa.


 
2. Kualitas Pelayanan
 
      American Society for Quality Control dalam Kotler (1997: 49) mendefinisikan bahwa kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
        Pengertian pelayanan secara umum adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan dan mengurus apa yang diperlukan oleh orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dengan pengertian tersebut tersirat adanya aktivitas individu untuk melakukan sesuatu atas dasar kebutuhan orang lain. 
       Kualitas pelayanan (service quality) terjadi karena adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas pelayanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat dinilai bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka pelayanan dinilai tidak bermutu, dan apabila kenyataan sama dengan harapan konsumen (wisatawan), maka pelayanan dinilai memuaskan, sehingga kualitas pelayanan merupakan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima (Parasuraman dalam Lupiyoadi, 2001: 148).
        Parasuraman dalam Lupiyoadi (2001: 148) memberikan lima dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari:
1. Tangibles (bukti fisik), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak luar, yang berupa keadaan sarana dan prasarana fisik perusahaan sebagai bukti nyata dari pelayanan yang diberikan, seperti gedung, peralatan komunikasi, teknologi modern, bentuk promosi, penampilan karyawan dan lain-lain.

2.  Reliability, (keandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan, sepert ketepatan waktu, perlakuan pelayanan yang sama kepada seluruh pelanggan, sikap yang simpatik dan lain-lain.

3.  Responsivenes (tanggap), yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan memberikan informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas akan menyebabkan persepsi yang negatif.

4. Assurance (jaminan/ kepastian), yaitu pengetahuan, kesopanan dan  kemampuan para karyawan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen dengan adanya komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.

5.  Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus kepada pelanggan dengan memahami keinginan dan kebutuhannya. (alf)

 Leo_________________________________


Pustaka:

Kotler, P. 1997. Marketing Manajemen. Ninth Edition. New Jersey: Prentice Hall,         Inc.

Leofaragusta, A. 2003. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kepuasan          Wisatawan Terhadap Minat Berkunjung. Karya Tulis. Yogyakarta.

Lupiyoadi, R. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba  Empat.
 
Parasuraman, A., V. Zaitaml,. L. Berry. 1988. SERVQUAL: A Multiple Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of  Service Quality. Journal of  Retailing, 64: 12-40.

Yoeti, O.A. 1989. Pemasaran Pariwisata. Bandung: PT. Angkasa.